LAPORAN PENDAHULUAN COMBUSTIO/ LUKA
BAKAR
A.
DEFINISI COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
- Luka
bakar adalah luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas pada tubuh, panas dapat dipindahkan oleh hantaran/radiasi
electromagnet (Brunner & Suddarth, 2002).
- Luka
bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak
dengan sumber panas seperti api, air, panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi (Moenajar, 2002).
- Luka
bakar adalah kerusakan pada kulit diakibatkan oleh panas, kimia atau radio
aktif (Wong, 2003).
- Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).
- Luka
bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas, bahan kimia, listrik dan radiasi.
Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis,
maupun jaringan subkutan tergantung faktor penyebab dan lamanya kontak
dengan sumber panas/penyebabnya. Kedalaman luka bakar akan mempengaruhi
kerusakan/ gangguan integritas kulit dan kematian sel-sel (Yepta, 2003).
- Luka
bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun tidak
langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya
tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuidajat, 2004)
- Luka
bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan disebabkan banyak
faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti kabel listrik
yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa kuat
(Triana, 2007).
- Luka bakar adalah suatu trauma
yang disebabkan oleh panas, arus listrik bahan kimia dan petir yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Kusumaningrum, 2008)
- Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber,
dari api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda
panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati
sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan
medis yang intensif (PRECISE, 2011)
B.
KLASIFIKASI COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
1. Berdasarkan
penyebab:
a.
Luka bakar karena
api
b.
Luka bakar
karena air panas
c.
Luka bakar
karena bahan kimia
d.
Luka bakar
karena listrik
e.
Luka bakar
karena radiasi
f.
Luka bakar
karena suhu rendah (frost bite)
2. Berdasarkan
kedalaman luka bakar:
a.
Luka bakar
derajat I
Luka bakar derajat pertama adalah
setiap luka bakar yang di dalam proses penyembuhannya tidak meninggalkan
jaringan parut. Luka bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang
berwarna kemerahan, terdapat gelembung gelembung yang ditutupi oleh daerah
putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi oleh kulit
yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya
mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat
matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau
hipersensitifitas setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
Gambar 1.
Luka bakar derajat I
b.
Luka bakar
derajat II
Kerusakan yang terjadi pada
epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi akut disertai proses
eksudasi, melepuh, dasar luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi
di atas permukaan kulit normal, nyeri karena ujungujung saraf teriritasi. Luka
bakar derajat II ada dua:
1)
Derajat II
dangkal (superficial)
Kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar
keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam waktu 10-14 hari.
2)
Derajat II
dalam (deep)
Kerusakan hampir seluruh bagian
dermis. Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung
apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih
dari satu bulan.
Gambar 2.
Luka bakar derajat II
c.
Luka bakar
derajat III
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan
dermis dan lapisan yang lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna
abu-abu atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak timbul rasa
nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan.
Gambar 3.
Luka bakar derajat III
3. Berdasarkan
tingkat keseriusan luka
a.
Luka bakar
ringan/ minor
1)
Luka bakar
dengan luas < 15 % pada dewasa
2)
Luka bakar
dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
3)
Luka bakar
dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan
perineum.
b.
Luka bakar
sedang (moderate burn)
1)
Luka bakar
dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%
2)
Luka bakar
dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
3)
Luka bakar
dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa yang tidak mengenai muka,
tangan, kaki, dan perineum.
c.
Luka bakar
berat (major burn)
1)
Derajat
II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
2)
Derajat
II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
3)
Luka bakar
pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
4)
Adanya
cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka bakar
5)
Luka bakar
listrik tegangan tinggi
6)
Disertai
trauma lainnya
7)
Pasien-pasien
dengan resiko tinggi.
C.
ETIOLOGI COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
Luka bakar (Combustio) dapat
disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun tidak langsung, misal
akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga
dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka
bakar dapat dibagi menjadi:
1. Paparan api
§ Flame: Akibat
kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru
mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan
serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
§ Benda panas
(kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara
lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
2. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental
cairan dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan
pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada
kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam
pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
3. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat
kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila
terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
4. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5. Aliran
listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat
menembus jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
6. Zat kimia
(asam atau basa)
7. Radiasi
8. Sunburn sinar
matahari, terapi radiasi.
D.
ANATOMI
FISIOLOGI COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kulit adalah organ tubuh terluas
yang menutupi otot dan mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai
trauma ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor
yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada
bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap air sehingga dengan
demikian mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dan
mempertahankan kelembaban dalam jaringan subkutan.
Tubuh secara terus menerus akan
menghasilkan panas sebagai hasil metabolisme makanan yang memproduksi energi,
panas ini akan hilang melalui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar
ultraviolet dapat mengubah substansi yang diperlukan untuk mensintesis vitamin
D. kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan
subkutan.
1.
Lapisan
epidermis, terdiri atas:
a. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai
inti sel, inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa
tidak larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas untuk
mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.
b.
Stratum
lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak tangan dan
telapak kaki.
c.
Stratum
granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan, sel-sel
tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d.
Stratum
spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan
terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal
(banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e.
Stratum
basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian
basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan
sel-sel induk.
2.
Lapisan
dermis terbagi menjadi dua yaitu:
a. Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini
berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel fibroblas yang
menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b.
Bagian
bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini
terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi kolagen.
Dermis juga tersusun dari pembuluh
darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea dan akar
rambut.
3.
Jaringan
subkutan atau hipodermis
Merupakan
lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya adalah jaringan adipose
yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan struktur internal seperti
otot dan tu lang. Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor
penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Kelenjar Pada Kulit
Kelenjar keringat ditemukan pada
kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada
telapak tangan dan kaki. Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu
kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.
Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus,
skrotum dan labia mayora.
Gambar 4.
Anatomi Kulit
E.
PATOFISIOLOGI COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
Luka
bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber
panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi
elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein
atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi
destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami
kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning
agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi.
Kedalam luka
bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan
gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10
C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan
patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode
syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi
sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat
adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan
kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.
Curah
jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah
terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya
volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan
tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan
ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.
Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.
Umumnya
jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama
sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini
dinamakan sindrom kompartemen.
Volume darah
yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar.
Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar
ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum
terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera
setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat
destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya
cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia
akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena
kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan
masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar.
Kasus luka
bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh
jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon
lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume
darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan
hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak
memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul
nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.
Kehilangan
integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang
abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi
neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko
tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan
pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar menyebabkan suhu
tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang
diakibatkan hipermetabolisme
Pathway
F.
MANIFESTASI
KLINIS COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Kedalaman
Dan Penyebab Luka Bakar
|
Bagian
Kulit Yang Terkena
|
Gejala
|
Penampilan
Luka
|
Perjalanan
Kesembuhan
|
Derajat Satu (Superfisial):
tersengat matahari, terkena api dengan intensitas rendah
|
Epidermis
|
Kesemutan, hiperestesia (supersensivitas), rasa
nyeri mereda jika didinginkan
|
Memerah, menjadi putih ketika ditekan minimal atau
tanpa edema
|
Kesembuhan lengkap dalam waktu satu minggu, terjadi
pengelupasan kulit
|
Derajat Dua (Partial-Thickness): tersiram
air mendidih, terbakar oleh nyala api
|
Epidermis dan bagian dermis
|
Nyeri, hiperestesia, sensitif terhadap udara yang
dingin
|
Melepuh, dasar luka berbintik-bintik merah,
epidermis retak, permukaan luka basah, terdapat edema
|
Kesembuhan dalam waktu 2-3 minggu, pembentukan parut
dan depigmentasi, infeksi dapat mengubahnya menjadi derajat-tiga
|
Derajat Tiga (Full-Thickness): terbakar
nyala api, terkena cairan mendidih dalam waktu yang lama, tersengat arus
listrik
|
Epidermis, keseluruhan dermis dan kadang-kadang
jaringan subkutan
|
Tidak terasa nyeri, syok, hematuria (adanya darah
dalam urin) dan kemungkinan pula hemolisis (destruksi sel darah merah),
kemungkinan terdapat luka masuk dan keluar (pada luka bakar listrik)
|
Kering, luka bakar berwarna putih seperti bahan
kulit atau gosong, kulit retak dengan bagian lemak yang tampak, terdapat
edema
|
Pembentukan eskar, diperlukan pencangkokan,
pembentukan parut dan hilangnya kontur serta fungsi kulit, hilangnya jari
tangan atau ekstrenitas dapat terjadi
|
.
G.
PENYEMBUHAN
LUKA COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
Proses yang kemudian pada jaringan
rusak ini adalah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam 3 fase:
1.
Fase
inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya
luka bakar sampai 3-4 hari pasca luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan
vaskuler dan proliferasi seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan
mengeluarkan serotonin, mulai timbul epitelisasi.
2.
Fase
proliferasi
Fase proliferasi disebut fase
fibroplasia karena yang terjadi proses proliferasi fibroblast. Fase ini
berlangsung sampai minggu ketiga. Pada fase proliferasi luka dipenuhi sel
radang, fibroplasia dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan
permukaan berbenjol halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri
dari sel basal terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi
sel baru dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah
atau datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
3.
Fase
maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen.
Pada fase ini terjadi pula penurunan aktivitas seluler dan vaskuler,
berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika sudah
tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut
yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
H.
LUAS LUKA
BAKAR
Berat luka
bakar (Combustio) bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan
lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka
bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu
jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas
permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat, dan
penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan
dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk
menentukan luas luka bakar, yaitu:
1.
Estimasi
luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak tangan
individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada
pasien dengan derajat luka II atau III.
2.
Rumus 9 atau
rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’,
yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas
atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki
kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah
genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar
pada orang dewasa.
Wallace
membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of
nine atua rule of wallace yaitu:
a.
Kepala dan
leher
: 9%
b.
Lengan
masing-masing
9%
: 18%
c.
Badan depan
18%, badan belakang 18% : 36%
d.
Tungkai
maisng-masing
18%
: 36%
e.
Genetalia/perineum
: 1%
Total : 100%
Pada anak
dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan
luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi,
dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Gambar 5.
Luas luka bakar
3.
Metode Lund
dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk
kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan
untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel
tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’
dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun:
kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan
dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun,
tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1%
hingga tercapai nilai dewasa.
I.
KOMPLIKASI COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
1.
Gagal
jantung kongestif dan edema pulmonal
2.
Sindrom
kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan
cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan
meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar.
Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal
menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3.
Adult
Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi
jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4.
Ileus
Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan
bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi
lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi
sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat
ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang
berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5.
Syok
sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang
terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya
pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan
haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena
sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6.
Gagal ginjal
akut
Haluran urine yang tidak memadai
dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin
atau mioglobin terdektis dalam urine.
J.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1.
Hitung darah
lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan
Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas
terhadap pembuluh darah.
2.
Leukosit :
Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi.
3.
GDA (Gas
Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan
tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin
terlihat pada retensi karbon monoksida.
4.
Elektrolit
Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan
penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan
cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat
terjadi bila mulai diuresis.
5.
Natrium Urin
: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10
mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6.
Alkali
Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7.
Glukosa
Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8.
Albumin
Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan.
9.
BUN atau
Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10. Loop aliran
volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera.
11. EKG : Untuk
mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12. Fotografi
luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
K.
PENATALAKSANAAN COMBUSTIO/
LUKA BAKAR
Pasien luka
bakar (Combustio) harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang
menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka
bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak. Pada
pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja
biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak dapat dijelaskan atau
adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan
kecurigaan adanya jejas „tersembunyi‟. Oleh karena itu, setelah mempertahankan
ABC, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain
(trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi.
Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting
dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua
permukaan tubuh dinilai. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal,
pelvis, dan torak dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas
signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari luasnya area jejas,
dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar
yang mengkonstriksi.
Tatalaksana resusitasi luka bakar
1. Tatalaksana
resusitasi jalan nafas:
a.
Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas
dan sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
b. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap
terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah
mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding
dengan intubasi.
c.
Pemberian
oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika
terdapat patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam
pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan stress oksidatif,
sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat vasodilator dan modulator
sepsis.
d. Perawatan
jalan nafas
e.
Penghisapan
sekret (secara berkala)
f.
Pemberian
terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik
didalam lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar natrium klorida
0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu. Selain itu bias ditambahkan
zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin sulfat (menurunkan produksi
sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih
kontroversial)
g. Bilasan
bronkoalveolar
h. Perawatan
rehabilitatif untuk respirasi
i.
Eskarotomi
pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru
2. Tatalaksana
resusitasi cairan
Resusitasi cairan diberikan dengan
tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah
vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ
sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi
cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan
kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik,
koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan
yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali
ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan
memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan
cairan ini:
a.
Cara Evans
1)
Luas luka
bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2)
Luas luka
bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3)
2.000 cc
glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan
dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
b. Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah
jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan
hari kedua.
3. Resusitasi
nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian
nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu
dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric
tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein,
50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus.
Perawatan luka bakar
Umumnya untuk menghilangkan rasa
nyeri dari luka bakar (Combustio) digunakan morfin dalam dosis kecil
secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan „maintenance‟
5-20 mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4
jam). Tetapi ada juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis
dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk
semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan
pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai
tambahan.
Terapi pembedahan pada luka bakar
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan
pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement) yang dilakukan
dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis.
Dasar dari tindakan ini adalah:
a.
Mengupayakan
proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya jaringan
nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama
dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang
dapat mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat
proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya
eskar, semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus
rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi
luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang
melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c.
Semakin lama
penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang terjadi
dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar
saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan
resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft
dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik
lokal maupun general dan pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan
untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini
diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan “split
thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi
dini ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
§ Kasus luka
bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3 minggu.
§ Kondisi
fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
§ Tidak ada
masalah dengan proses pembekuan darah.
§ Tersedia
donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan
pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari
eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu
teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis demi lapis sampai dijumpai
permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun alat-alat yang
digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan
pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom) digunakan
untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini tidak
boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum
dilakukan eksisi atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang
dieksisi. Setelah dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”.
Keuntungan dari teknik ini adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan
keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan
jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang
mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan
pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full thickness) yang
sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik
ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun
keuntungan dan kerugian dari teknik ini adalah:
§ Keuntungan :
lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint yang
lebih mudah ditentukan
§ Kerugian :
kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf superfisial
dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
2. Skin
grafting
Skin grafting adalah
metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a.
Menghentikan
evaporate heat loss
b. Mengupayakan
agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c.
Melindungi
jaringan yang terbuka
Skin grafting harus
dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien. Kulit
yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal
dari tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh
lain dari pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah
donor autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien
secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft atau full
thickness skin graft. Bedanya dari teknik – teknik tersebut adalah
lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan
penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat direnggangkan dan
dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan perbandingan
tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess
grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan
dilakukan grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya
pengambilan kulit donor sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan
dengan mesin „dermatome‟ ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering
menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana
terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan
kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat
diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan
kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
§ Kulit donor
setipis mungkin
§ Pastikan
kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting), hal
ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah
gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase
yang baik
o Gunakan kasa
adsorben
L.
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
- Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, alamt, tnggal MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian
klita perlu informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya
mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun
dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan
memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan menentukan
intervensi ynag tepat dalam pendekatan
- Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka
bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna
kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus
diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang
timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan
karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas
bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
- Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar,
penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien
selama menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat
meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola
bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase
rehabilitatif (menjelang klien pulang)
- Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah
diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan
meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM,
neurologis, atau penyalagunaan obat dan alkohol
- Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit
yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan
- Pola ADL
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS
dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat
melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal
ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .
- Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah
konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik
mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan
perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal
ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
8. Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan
kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan
massa otot, perubahan tonus.
9. Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar
lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas
yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan
dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok
listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar).
- Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga,
pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
- Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak
ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan
kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan
ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
- Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum;
anoreksia; mual/muntah.
- Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan
refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok
listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan
(syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera
listrik pada aliran saraf).
- Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat
pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan
perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri;
smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada
keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri.
- Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang
tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii;
partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis;
indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka
bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
- Keamanan:
Tanda:
Kulit umum:
destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan
dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar
mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya
penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok.
Cedera api:
terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas
yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut
kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau
lingkar nasal.
Cedera kimia:
tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan
dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn
parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan
kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
Cedera listrik:
cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan
luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar
dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka bakar termal
sehubungan dengan pakaian terbakar. Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan
sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).
- Pemeriksaan fisik
a.
keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh
panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran
bila luka bakar mencapai derajat cukup berat
b. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin,
pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam
pertama
c.
Pemeriksaan
kepala dan leher
§ Kepala dan
rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan
warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade
dan luas luka bakar
§ Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak
mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu
mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar
§ Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret,
sumbatan dan bulu hidung yang rontok.
§ Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir
kering karena intake cairan kurang
§ Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing,
perdarahan dan serumen
§ Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami
peningkatan sebagai kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan
d. Pemeriksaan
thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler,
ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang
masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi
e.
Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung,
palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya
gastritis.
f.
Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat
lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi
sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter.
g.
Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila
terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
h.
Pemeriksaan
neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan
GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik)
dan nyeri yang hebat (syok neurogenik)
i.
Pemeriksaan
kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka
bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar
menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH
|
1 TH
|
2 TH
|
DEWASA
|
Kepala leher
|
18%
|
14%
|
9%
|
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri)
|
18%
|
18%
|
18 %
|
Badan depan
|
18%
|
18%
|
18%
|
Badan belakang
|
18%
|
18%
|
18%
|
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri)
|
27%
|
31%
|
30%
|
Genetalia
|
1%
|
1%
|
1%
|
Pengkajian kedalaman luka bakar
dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada
keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
.
M. DIAGNOSA
KEPERAWATAN COMBUSTIO/ LUKA BAKAR
1.
Nyeri akut
berhubungan dengan kerusakan kulit atau jaringan .
Kriteria hasil :
1)
Menyatakan
nyeri berkurang atau terkontrol
2)
Menunjukkan
ekspresi wajah atau postur tubuh rileks
3)
Berpartisipasi
dalam aktivitas dari tidur atau istirahat dengan tepat
Intervensi :
1)
Tutup luka
sesegera mungkin, kecuali perawatan luka bakar metode pemejanan pada udara
terbuka
Rasional :
Suhu berubah dan tekanan udara dapat menyebabkan nyeri
hebat pada pemajanan ujung saraf.
2)
Ubah pasien
yang sering dan rentang gerak aktif dan pasif sesuai indikasi
Rasional :
Gerakan dan latihan menurunkan kekuatan sendi dan
kekuatan otot tetapi tipe latihan tergantung indikasi dan luas cedera.
3)
Pertahankan
suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat dan penutup tubuh
Rasional :
Pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor,
sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil.
4)
Kaji keluhan
nyeri pertahankan lokasi, karakteristik dan intensitas (skala 0-10)
Rasional :
Nyeri hampir selalu ada pada derajat beratnya,
keterlibatan jaringan atau kerusakan tetapi biasanya paling berat selama
penggantian balutan dan debridement.
5)
Dorong
ekspresi perasaan tentang nyeri
Rasional :
Pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat
meningkatkan mekanisme koping.
6)
Dorong
penggunaan tehnik manajemen stress, contoh relaksasi, nafas dalam, bimbingan
imajinatif dan visualisasi.
Rasional :
Memfokuskan kembali perhatian, memperhatikan relaksasi
dan meningkatkan rasa control yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologi.
7)
Kolaborasi
pemberian analgetik
Rasional :
Dapat menghilangkan nyeri
2.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan trauma
Kerusakan permukaan kulit karena destruksi lapisan
kulit
Kriteria Hasil :
1)
Menunjukkan
regenerasi jaringan
2)
Mencapai
penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar
Intervensi :
1)
Kaji atau
catat ukuran warna kedalaman luka, perhatikan jaringan metabolik dan kondisi
sekitar luka
Rasional :
Memberikan informasi dasar tentang kebutuhan penanaman
kulit dan kemungkinan petunjuk tentang sirkulasi pada area grafik.
2)
Berikan
perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan control infeksi
Rasional :
Menyiapkan jaringan tubuh untuk penanaman dan
menurunkan resiko infeksi.
3.
Resiko
tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui
rute abnormal luka.
Kriteria Hasil :
Menunjukkan perbaikan keseimbangan cairan dibuktikan
oleh haluaran urine individu, tanda-tanda vital stabil, membran mukosa lembab.
Intervensi :
1)
Awasi
tanda-tanda vital, perhatikan pengisian kapiler dan kekuatan nadi
perifer.
Rasional :
Memberikan pedoman untuk penggantian cairan dan
mengkaji respon kardiovaskuler .
1)
Awasi
haluaran urine dan berat jenis, observasi warna dan hemates sesuai indikasi
Rasional :
Secara umum penggantian cairan harus difiltrasi untuk
meyakinkan rata-rata haluaran urine 30-50 ml / jam (pada orang dewasa). Urine
bisa tampak merah sampai hitam pada kerusakan otot massif sehubungan dengan
adanya darah dan keluarnya mioglobin.
2)
Perkirakan
deranase luka dan kehilangan yang tak tampak
Rasional :
Peningkatan permeabilitas kapiler,
perpindahan protein, proses inflamasi dan kehilangan melalui evaporasi besar
mempengaruhi volume sirkulasi dan haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam
pertama setelah terbakar.
3)
Timbang
berat badan tiap hari
Rasional :
Pergantian cairan tergantung pada berat badan pertama
dan perubahan selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama
selama pergantian cairan dapat diantisipasi untuk mengembalikan keberat sebelum
terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.
4)
Selidiki
perubahan mental
Rasional :
Penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat
mengindikasikan ketidakadekuatan volume sirkulasi atau penurunan perfusi
serebral.
5)
Observasi
distensi abdomen, hematemesess, feses hitam, hemates drainase NG dan feses
secara periodik.
Rasional :
Stress (curling) ulkus terjadi pada setengah dan semua
pasien pada luka bakar berat (dapat terjadi pada awal minggu pertama).
6)
Kolaborasi
kateter urine
Rasional :
Memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan
menengah stasis atau reflek urine, potensi urine dengan produk sel jaringan
yang rusak dapat menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.
4.
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat ;
kerusakan perlindungan kulit
Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi :
Intervensi :
1)
Implementasikan
tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan
resiko kontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple.
2)
Tekankan
pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak
ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3)
Cukur rambut
disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4)
Periksa area
yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher, membran mukosa )
Rasional :
Infeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali
terjadi sehubungan dengan depresi sistem imun atau proliferasi flora normal
tubuh selama terapi antibiotik sistematik.
5)
Bersihkan
jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya lepuh) dengan gunting dan
forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6)
Kolaborasi
pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi
5.
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan ketahanan
Kriteria Hasil :
Menyatakan dan menunjukkan keinginan berpartisipasi
dalam aktivitas, mempertahankan posisi, fungsi dibuktikan oleh tidak adanya
kontraktor, mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi yang sakit dan
atau menunjukkan tehnik atau perilaku yang memampukan aktivitas.
Intervensi :
1)
Pertahankan
posisi tubuh tepat dengan dukungan atau khususnya untuk luka bakar diatas sendi.
Rasional :
Meningkatkan posisi fungsional pada ekstermitas dan
mencegah kontraktor yang lebih mungkin diatas sendi.
2)
Lakukan
latihan rentang gerak secara konsisten, diawali pasif kemudian aktif
Rasional :
Mencegah secara progresif, mengencangkan jaringan
parut dan kontraktor, meningkatkan pemeliharaan fungsi otot atau sendi dan
menurunkan kehilangan kalsium dan tulang.
3)
Instruksikan
dan Bantu dalam mobilitas, contoh tingkat walker secara tepat.
Rasional : Meningkatkan keamanan ambulasi
6.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik
Kriteria Hasil :
Menunjukkan pemasukan nutrisi adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolik dibuktikan oleh berat badan stabil atau massa otot terukur,
keseimbangan nitrogen positif dan regenerasi jaringan.
Intervensi :
1)
Auskultasi
bising usus, perhatikan hipoaktif atau tidak ada bunyi
Rasional :
Ileus sering berhubungan dengan periode pasca luka
bakar tetapi biasanya dalam 36-48 jam dimana makanan oral dapat dimulai.
2)
Pertahankan
jumlah kalori berat, timbang BB / hari, kaji ulang persen area permukaan tubuh
terbuka atau luka tiap minggu.
Rasional :
Pedoman tepat untuk pemasukan kalori tepat, sesuai
penyembuhan luka, persentase area luka bakar dievaluasi untuk menghitung bentuk
diet yang diberikan dan penilaian yang tepat dibuat.
3)
Awasi massa
otot atau lemak subkutan sesuai indikasi
Rasional :
Mungkin berguna dalam memperkirakan perbaikan tubuh
atau kehilangan dan keefektifan terapi.
4)
Berikan
makan dan makanan sedikit dan sering
Rasional :
Membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan
dan meningkatkan pemasukan.
7.
Resiko
tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan interupsi aliran
darah.
Intervensi :
1)
Tinggikan
ekstermitas yang sakit dengan tepat
Rasional :
Meningkatkan sirkulasi sistematik atau aliran baik
vena dan dapat menurunkan odema atau pengaruh gangguan lain yang mempengaruhi
konstriksi jaringan oedema.
2)
Pertahankan
penggantian cairan
Rasional : Memaksimalkan volume sirkulasi dan perfusi
jaringan
8.
Ansietas
berhubungan dengan krisis situasi : kecacatan .
Kriteria Hasil :
1)
Menyatakan
kesadaran, perasaan dan menerimanya dengan cara sehat
2)
Mengatakan
ansietas atau ketakutan menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
3)
Menunjukkan
ketrampilan pemecahan masalah, penggunaan sumber yang efektif.
Intervensi :
1)
Berikan
penjelasan dengan sering dan informasi tentang prosedur perawatan
Rasional :
Pengetahuan apa yang diharapkan menurunkan ketakutan
dan ansietas, memperjelas kesahalan konsep dan meningkatkan kerjasama.
2)
Libatkan
pasien atau orang terdekat dalam proses pengambilan keputusan kapanpun mungkin
Rasional :
Meningkatkan rasa kontrol dan kerjasama menurunkan
perasaan tak berdaya atau putus asa
3)
Dorong
pasien untuk bicara tentang luka bakar bila siap
Rasional :
Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi
terus-menerus untuk membuat beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan.
4)
Jelaskan
pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan
jawaban terbuka atau jujur.
Rasional :
Pertanyaan kompensasi menunjukkan realitas situasi
yang dapat membantu pasien atau orang terdekat menerima realita dan mulai
menerima apa yang terjadi.
9.
Gangguan
citra tubuh berhubungan krisis situasi kecacatan.
Kriteria Hasil :
1)
Menyatakan
penerimaan situasi diri
2)
Bicara
dengan keluarga atau orang terdekat tentang situasi perubahan yang terjadi.
3)
Membuat tujuan
realitas atau rencana untuk masa depan
4)
Memasukkan
perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi :
1)
Kaji makna
kehilangan atau perubahan pada pasien atau orang terdekat
Rasional :
Episode traumatik mengakibatkan perubahan tiba-tiba,
tak diantisipasi membuat perasaan kehilangan aktual yang dirasakan.
2)
Bersikap
realistik dan positif selama pengobatan pada penyuluhan kesehatan dan menyusun
tujuan dalam keterbatasan.
Rasional :
Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan baik
antara pasien dan perawat.
3)
Berikan
harapan dalam parameter situasi individu, jangan memberikan keyakinan yang
salah.
Rasional :
Meningkatkan pandangan positif dan memberikan
kesempatan untuk menyusun tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan
realitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan,
EGC, Jakarta.
Johnson, M.,
et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa,
Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Brunner
& Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3.
Jakarta: EGC
Ahmadsyah I,
Prasetyono TOH. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.
Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Crowin,E.J.2003.
Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Moenadjat Y.
2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat,
R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Heimbach DM,
Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal surgery. 8th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies
Masoenjer,dkk.
2002. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI. Jakarta : Media Aeuscullapius
Huddak &
Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
0 Berkomentar:
Post a Comment