BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Di
kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolak
ukur dari demokrasi itu. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam
suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat,
dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi serta aspirasi rakyat.
Sekalipun demikian, didasari bahwa pemilihan umum tidak merupakan satu-satunya
tolak ukur dan perlu dilengkapppi dengan pengukuran bebrapa kegiatan lain yang
lebih bersifat berkesinambungan.
Untuk
mengetahui pemilu yang terjadi di negara kita sendiri, yakni negara Indonesia,
kami akan memberikan penjelasan sedikit tentang sejarah dan pelaksanaan pemilu
di Indonesia. Mulai dari awal kemerdekaan hingga tahun 2009 ini.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah pemilihan umum
yang terjadi di Indonesia?
2. Bagaimana pelaksanaan pemilihan umum
dari awal kemerdekaan hingga saat ini di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Pemilu di Indonesia
Sejak
kemerdekaan hingga tahun 2009 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh
kali pemilihan umum, yaitu pemilihan umum tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987,
1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Dari pengalaman sebanyak itu, pemilihan umum
1955 dan 2004 mempunyai kekhususan atau keistimewaan dibanding dengan yang
lain.
Semua
pemilihan umum tersebut tidak diselenggarakan dalam situasi yang vacuum,
melainkan berlangsung di dalam lingkungan yang turut menentukan hasil pemilihan
umum itu sendiri. Dari pemilihan umum-pemilihan umum tersebut juga dapat diketahui
adanya upaya untuk mencari sistem pemilihan umum yang cocok untuk Indonesia.
Pada
pemilu 2004, penyelenggara pemilu di Indonesia, dari pusat sampai Tempat
Pemungutan Suara (TPS), tidak lagi diselenggarakan oleh Panitian Pemilihan
Indonesia (PPI) seperti pada pemilu 1955 dan Lembaga Pemilihan Umum (LPU)
seperti pada pemilu-pemilu pada masa orde baru, melainkan oleh Komisi Pemilihan
Umum (KPU). Ada perbedaan yang sangat mencolok antara kedua model penyelenggara
pemilu tersebut, khususnya antara LPU dan KPU, yakni yang pertama LPU sangat
didominasi oleh pemerintah, sementara KPU, kecuali KPU pada pemilu 1999, sangat
didomonasi oleh para tokoh non-partisan atau independen dari kalangan kampus.
Dan KPU pada pemili 1999 didomonasi oleh kombinais antara kalangan partai
politik dan pemerintah.
B.
Pelaksanaan Pemilu di Indonesia
a.
Pemilu 1955
Undang-Undang
pemilu yang pertama kali dibuat di Indonesia pascamerdeka, yakni UU No. 7 tahun
1953 tentang pemilihan umum. Tujuan pemilu yang diselengagrakan pada tahun
1955, sebagaimana tercantum dalam perundang-undangannya, adalah; 1) menjelmakan
kemauan/keinginan rakyat yang akan menjadi dasar kekuasaan penguasa; dan 2)
membentuk konstituante yang akan menetapkan suatu UUD RI.
Adapun
pelaksanaan pemilu dilakukan melalui dua tahap, yakni
bulan September 1955 untuk memilih anggota DPR; dan bulan Desember
1955 untuk memilih anggota-anggota konstituante.
Pemilu
pertama yang dilaksanakan secara serentak di seluruh tanah air (kecuali Irian
Barat) berjalan dengan sangat khidmat dan masih dalam suasana kemerdekaan.
Pemilu pertama ini memperebutkan 257 kursi DPR. Pemilu diikuti oleh 15 daerah
pemilihan.
Pemilu
1955 menjalankan sistem pemilihan secara langsung, yaitu seluruh warga negara
Indonesia yang berumur 18 tahun atau sudah menikah mempunyai hak untuk memilih.
Termasuk juga dalam ketentuan ini adalah angkatan perang/polisi tetap mempunyai
hak yang sama untuk memilih. Bahkan, menariknya lagi bahwa berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1954,[3] dinyatakan bahwa bagi anggota
angkatan perang/polisi yang sedang bertugas ketika pemungutan suara dapat
dilakukan menyusul, selambat-lambatnya 15 hari setelah hari setelah pemungutan
suara.
b.
Pemilu Orde Baru
Pada
masa orde baru pemilu telah diselenggarakan sebanyak enam kali. Untuk pemilihan
umum pertama sejak orde baru berdiri, atau pemilu kedua sejak Indonesia
merdeka, yakni pemilu 1971 diikuti oleh 10 Organisasi Peserta Pemilu (OPP), yakni
9 partai politik dan satu Golongan Karya. Undang-Undang yang melandasi hukumnya
adalah UU No. 15 tahun 1969 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 16 tahun 1969
tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
1.
Pemilu 1971
Pasca
1971, penyelenggaraan pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana. Pemilu
ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah pemilu 1971, yakni tahun 1977.
Setelah itu diselenggarakan sekali dalam 5 tahun. Sejak saat itulah pemilu
teratur dilaksanakan. Satu hal yang nyata dalam pemili-pemilu sebelumnya adalah
bahwa sejak pemilu 1977, pesertanya jauh lebih sedikit. Dua partai politik dan
satu golongan karya. Ini terjadi setelah pemerintah bersama-sama dengan DPR
berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 tahun 1975
tentang Partai Politik dan Golkar. Kedua partai tersebut adalah Partai
Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan satu
Golongan Karya (Golkar). Kedua partai tersebut merupakan penggabungan dari sembilan
partai politik yang ikut dalam pemilu 1971. NU, PARMUSI, PSII, dan PERTI
menggabungkan diri dalam PPP, dan selebihnya PNI, MURBA, PARKIDO, Partai
Katolik, IPKI menggabungkan diri ke dalam PDI.
Jadi,
dalam 5 kali pemilu, yaitu pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, pesertanya
hanya tiga. Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP
dan PDI menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi
pemenang sejak pemilu 1971. Keadaan ini secara langsung dan tidak langsuang membuat
kesatuan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung
utama Golkar yaitu birokrasi sipil dan militer.
2.
Pemilu 1977
Pemilu
1977 diselenggarakan dengan berlandaskan pada UU No. 4 tahun 1975 tentang
Pemilihan Umum pengganti UU No. 15 tahun 1969, dan UU No. 5 tahun 1975
pengganti UU No. 16 tahun 1969 tentang Susunan dan Kdudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Cara
pembagian kursi masih dilakukan seperti dalam pemilu 1971, yakni mengikuti
sistem proporsional di daerah pemilihan. Dari suara yang sah, Golkar meraih
prosentasi 62,11 %. Namun, perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau
kehilangan 4 kursi dibandingkan pemilu 1971.
Pada
pemilu 1977, suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta dan DI
Aceh, PPP mengalahkan Golkar. Secara nasional, PPP berhasil meraih 99 kursi
atau naik 2,17 %, atau bertambah 5 kursi dibanding dengan gabungan kursi 4
partai Islam dalam pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di basis-basis
Masyumi. Hal ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masyumi yang mendukung
PPP. Akan tetapi, kenaikan suara PPP di basis-basis Masyumi diikuti pula oleh
penurunan suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara
nasional tidak begitu besar.
3.
Pemilu 1982
Dengan
UU No. 2 tahun 1980 pengganti UU No. 4 tahun 1975 tentang Pemilihan Umum,
Indonesia kembali menyelenggarakan Pemilihan Umumnya yang keempat pada tanggal
4 Mei 1982. pada pemilu ini perolehan suara dan kursi golkar secara nasional
meningkat, tetapi gagal merebut kemenangan di Aceh. Hanya DKI Jakarta dan
Kalimantan Selatan yang berhasil diambil golkar dari PPP. Secara nasional,
golkar berhasil merebut tambahan 10 kursi dan itu berarti PPP dan PDI
kehilangan masing-masing 5 kursi.
Adapun
cara pembagian kursi pada pemilu ini tetap mengacu pada ketentuan pemilu 1971.
4.
Pemilu 1987
Dengan
UU No. 1 tahun 1985 pengganti UU No. 2 tahun 1980, Indonesia menyelenggarakan
Pemilihan Umum yang kelima pada 1987. Pemungutan suara pemilu 1987 secara
serentak dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. suara yang sah mencapai 91,32
%. Cara pembagian kursi juga tidak berubah, yaitu tetap mengacu pada pemilu
sebelumnya.
Pemilu
kali ini menunjukkan kemerosotan terbesar PPP, yakni hilangnya 33 kursi
dibandingkan pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi. Penyebabnya antara lain
karena PPP tidak boleh lagi memakai asas Islam dan mengubah lambangnya, Ka’bah
menjadi Bintang, serta terjadinya penggembosan oleh tokoh-tokoh unsur NU,
terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Sementara
itu golkar memperoleh tambahan kursi 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI,
yang pada tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana
diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil kongres 1986 oleh Menteri Dalam
Negeri Soepardjo Rustam, berhasil menambah perolehan kursi secara signifikan
dari 30 kursi pada pemilu 1982 menjadi 40 kursi pada pemilu 1987.
5.
Pemilu 1992
Mengingat
UU No. 1 tahun 1985 ini dianggap masih sesuai dengan perkembangan politik orde
baru, tahun 1992 diselenggarakan pemilu yang keenam di Indonesia berdasarkan
payung hukum yang sama dengan payung hukum sebelumnya. Pemungutan suaranya
diselenggarakan secara serentak pada tanggal 9 Juni 1992.
Cara
pembagian kursi untuk pemilu 1992 juga masih sama dengan pemilu sebelumnya.
Hasil
pemilu ini dapat dikatakan agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan
suara golkar kali ini merosot dibandingkan pemilu 1987. Jika pada pemilu 1987,
perolehan suara golkar mencapai 73,16 %, pada pemilu 1992 ini turun menjadi
68,10 %. Oenurunan yang tampak nyata dapat dilihat pada perolehan kursi, yakni
menurun dari 299 kursi menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi dibandingkan
dengan pemilu sebelumnya.
PPP
juga mengalami hal yang sama, meskipun masih bisa menaikkan 1 kursi dari 61
pada pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada pemilu 1992 ini. Di luar Jawa, suara dan
kursi partai berlambang Ka’bah itu merosot. Pada pemilu 1992, partai ini
kehilangan banyak kursi di luar Jawa meskipun ada penambahan kursi dari Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Malah partai iti tidak memiliki wakil sama sekali di 9
provinsi, termasuk 3 provinsi di Sumatra. PPP memang berhasil menaikkan
perolehan 7 kursi di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatra, partai
itu hanya menaikkan 1 kursi secara nasional.
Yang
berhasil menaikkan perolehan suara di berbagai daerah adalah PDI. Pada pemilu
1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan 16 kursi diobandingkan pemilu
1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya, dalam dua pemilu, yaitu 1987 dan
1992, PDI berhasil menambah kursinya di DPR RI.
6.
Pemilu 1997
Dengan
payung hukum (undang-undang pemilu) yang sama dengan pemilu sebelumnya,
Indonesia kembali menyelenggarakan pemilu ketujuh, yakni tahun 1997. pemungutan
suaranya dilaksanakan pada tanggal 29 Mei 1997. sampai pemilu 1997, cara
pembagian kursi yang digunakan masih menggunakan cara yang sama dengan pemilu
sebelumnya.
Hasilnya
menunjukkan bahwa setelah pada pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini
golkar kembali merebut suara pendukungnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51 %,
atau naik 6,41 %. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi,
atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP
juga menikamati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 %. Begitu pula, untuk
perolehan kursi. Pada pemilu 1997, PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27 kursi
dibandingkan dengan pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat
besar.
Adapun
PDI, yang mengalami konflik internal dan menjadi pecah antara PDI Soerjadi dan
PDI Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya merosot
11,84 % dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi di DPR
dibandingkan pemilu 1992.
Pemilu
kali ini banyak diwarnai berbagai protes. Protes terhadap kecurangan yang
terjadi di banyak daerah. Bahkan, di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak
suara dibakar massa karena kecurangan perhitungan suara dianggap keterlaluan.
Ketika di beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, pemilih, khususnya
pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
Secara
keseluruhan, berdasarkan penjabaran di atas, tampak bahwa pemenang dari setiap penyelenggaraan
pemilu pada masa orde baru adalah golkar. Ini bisa dimengerti, karena golkar
pada masa saat itu, bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan
Birokrat, adalah mesin utama bagi pemeliharaan sekaligus penguatan pemerintahan
rezim orde baru, di bawah kendali Soeharto. Kendaraan politik orde baru ini
populer dikenal sebagai jalur ABG (ABRI, Birokrasi, dan golkar).
c.
Pemilu Era Reformasi
Pasca
jatuhnya Soeharto, 21 Mei 1998, rakyat Indonesia telah menyelenggarakan dua
kali pemilu sampai pemilu 2004. Dan yang terakhir adalah pemilu 2009, yang
merupakan pemilu kesepuluh.
1.
Pemilu 1999
Seperti
halnya pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu 1999 ditujukan untuk memilih anggota
DPR dan DPRD. Pemungutan suaranya dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999. Pemilu
ini diikuti oleh 48 partai dengan berlandaskan pada UU No. 2 tahun 1999 tentang
Partai Politik dan UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Pemilu 1999 ini
disebut oleh berbagai kalangan sebagai pemilu paling demokratis setelah pemilu
1955. mengapa demikian? Karena pemilu 1999 diikuti oleh banyak partai, setelah
sebelumnya dari satu pemilu ke pemilu berikutnya hanya terbatas pada 3
Organisasi Peserta Pemilu, seperti yang telah dijelaskan di atas.
Cara
pembagian kursi pada pemilu kali ini tetap memakai sistem proporsional dengan
mengikuti Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh
kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan. Akan tetapi,
cara penetapan calon terpilih berbeda dengan pemilu sebelumnya, yakni dengan menentukan
ranking perolehan suara satu partai di daerah pemilihan. Apabila sejak pemilu
1977, calon nomor urut pertama dalam daftar calon partai otomatis terpilih
apabila partai tersebut mendapatkan kursi, kini calon terpilih ditetapkan
berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah seseorang dicalonkan.
Dengan
demikian, seorang calon, misalnya si X, meskipun berada berada di urutan paling
bawah dari daftar calon, kalau dari daerahnya partai yang mewakilinya
mendapatkan suara terbesar, maka dialah yang terpilih. Untuk cara penetapan
calon terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II ini sama dengan
cara yang dipergunakan pada pemilu 1971.
Meskipun
masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada pemilu
1999 ini bisa dilakukan sesuai jadwal. Tidak seperti yang diprediksikan dan
dikhawatirkan banyak pihak sebelumnya, ternyata pemilu 1999 bisa terlaksana
dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Hanya di beberapa Daerah
Tingkat II di Sumatra Utara yang pelaksanaan pemungutan suaranya terpaksa
diundur satu pekan. Itu pun karena adanya keterlambatan atas datangnya
perlengkapan pemungutan suara.
2.
Pemilu 2004
Pemilu
ini berbeda dengan pemilu sebelumnya, termasuk pemilu 1999. Hal itu dikarenakan
selain demokratis dan bertujuan memilih anggota DPR dan DPRD, pemilu 2004 juga
memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan memilih Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung (sebelumnya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oelh
MPR). Selain itu, pada pemilu ini, pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak
dilakukan secara terpisah (seperti pemilu 1999). Pada pemilu ini, yang dipilih
adalah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, bukan secara
terpisah.
Pemilu
2004 ini dibagi menjadi maksimal tiga tahap (minimal dua tahap):
1) Tahap pertama (Pemilu Legislatif)
adalah pemilu untuk memilih partai politik (untuk persyaratan pemilu Presiden)
dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR, DPRD, dan DPD. Tahap
pertama ini dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004.
2) Tahap kedua (Pemilu Presiden putaran
pertama) adalah untuk memilih pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Tahap kedua ini dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004.
3) Tahap ketiga (Pemilu Presiden
putaran kedua)adalah babak terakhir yang dilaksanakan hanya apabila
tahap kedua, belum ada pasangan calon yang mendapatkan suara lebih dari 50%[7]. Tahap ketiga ini dilaksanakan pada
tanggal 20 September 2004.
3.
Pemilu 2009
Pemilu
kali ini tidak berbeda dengan pemilu 2004 yang memilih Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung dan tidak terpisah.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam
pemilu-pemilu yang terjadi di Indonesia tidak selamanya selalu sama, sejak
pemilu pertama dilaksanakan, yaitu pada tahun 1955 hingga saat ini, banyak
perubahan-perubahan yang terjadi. Mulai dari perubahan landasan pada tiap
pelaksanaan pemilu sampai pada jumlah partai politik yang mengikuti pemilu
tersebut, yang telah dipaparkan di atas.
Pada
pemilu 2004, penyelenggara pemilu di Indonesia, dari pusat sampai Tempat
Pemungutan Suara (TPS), tidak lagi diselenggarakan oleh Panitian Pemilihan
Indonesia (PPI).
Undang-Undang
pemilu yang pertama kali dibuat di Indonesia pascamerdeka, yakni UU No. 7 tahun
1953 tentang pemilihan umum.
Pemilu
Orde Baru Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992,
Pemilu 1997. Pemilu Era Reformasi, Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009
B.
Saran
Dari
tersenggarakan PEMILU dari Orde lama ke orde baru banyak memiliki perubahan,
diharapkan untuk kita untuk saling menjaga kedamaian dalam mendapat hak untuk
di pilih dan hak untuk memilih.
DAFTAR PUSTAKA
-
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik
(edisi revisi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
-
Gatara, Sahid. 2008. Ilmu Politik (Memahami dan
Menerapkan). Bandung: Pustaka Setia.
- Syafii, Inu Kencana. 1997. Ilmu
Politik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat serta Hidayah-Nya
sehingga penyusunan makalah ini dapat diselesaikan sebagai mana
mestinya.
Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas
makalah yang berjudul “PEMILU DI INDONESIA”
. Dan tak lupa penuilis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang sudah
membantu dalam penyelesaian tugas ini.
Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat,
kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kebaikan makalah ini dimasa yang
akan datang.
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR
ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A. Sejarah Pemilu di Indonesia.................................................................... 2
B. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia............................................................ 3
a. Pemilu 1955..................................................................................... 3
b. Pemilu Orde Baru............................................................................ 4
c. Pemilu Era Reformasi...................................................................... 10
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 14
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
B. Saran....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 15
|
0 Berkomentar:
Post a Comment